Article Index

 

 

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ سعْدُ بْنِ سِنَانِ الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلَّمَ قَالَ : لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

 

Dari Abu Sa’id Sa’d bin Malik bin Sinan Al-Khudri ra, Rasulullah saw bersabda,

Tidak ada mudharat (dalam Islam) dan tidak boleh menimbulkan mudharat.”

KANDUNGAN HADITS

Hadits ini berisi dua hal penting:

1.    La dharar, ajaran Islam tidak mengandung hal-hal yang membawa mudharat. Bila seorang Muslim menemukan dharar (perkara yang membawa madharat) baginya, maka akan ada dalil lain yang menghilangkan dharar tersebut.

2.    Wa la dhirar, seorang Muslim tidak dibenarkan melakukan sesuatu, baik ucapan, perbuatan, atau sikap yang bisa menimbulkan dharar (mudharat ), bagi dirinya maupun orang lain.

 

1.    Dilarang menyakiti bukan karena alasan syar’i.

Sedangkan menyakiti orang lain dengan ketentuan syari’i, seperti menjatuhkan hukuman kepada orang yang berbuat dhalim atau melakukan kejahatan, maka hal itu diperbolehkan. Karena hukuman yang diberikan adalah ketentuan syariat, dan bahkan syariat menyatakan bahwa hukuman tersebut untuk menjaga kelangsungan hidup manusia.

“Dan dalam qishash itu ada [jaminan kelangsungan] hidup bagimu, hai ornag-orang yang berakal.” (Al-Baqarah: 179)

2.    Allah tidak memerintahkan hamba-Nya untuk melakukan sesuatu yang membawa mudlarat, atau untuk meninggalkan sesuatu yang membawa manfaat.

Semua yang diperintahkan Allah kepada manusia pada dasarnya untuk kebaikan di dunia dan akhirat mereka. sedangkan yang dilarang pada dasarnya perkara-perkara itu membawa kerusakan bagi dunia dan akhirat mereka.
“Katakanlah: ‘Rabbku menyuruh menjalankan keadilan.’” (al-A’raaf: 29)
“Katakanlah: ‘Rabbku hanya mengharamkan perbuatan keji, yang nampak maupun yang tersembunyi.’” (Al-A’raaf: 33)

“Katakanlah, siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya, dan [siapa pulakah yang mengharamkan] rizki yang baik?’ Katakanlah: ‘Semuanya itu [disediakan] bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus [untuk mereka saja] di hari kiamat.” (al-A’raaf: 32) Yaitu kenikmatan dunia dapat dirasakan oleh orang-orang yang beriman dan orang-orang kafir. Sedangkan di akhirat, kenikmatan hanya bagi orang-orang beriman. Allah berfirman: “Katakanlah, ‘Tidaklah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, darah yang mengalir atau daging bagi, karena sesungguhnya semua itu kotor, atau binatang disembelih atas nama selain Allah.” (al-An’am: 145)